Sharing Science

Ilmu Pengetahuan Harus di Sharing, Karena Ilmu Sangat Penting Untuk Diketahui oleh Orang Banyak

Jumat, 26 Februari 2010

POLITIK DESENTRALISASI:
SATU ALTERNATIF PEMBENTUKAN LOCAL GOVERNMENT DI ACEH

Oleh :
Hendri Salahuddin


1. Pendahuluan
Falsafah politik bagi bangsa tertentu akan mencerminkan tata cara penyelenggaraan pemerintahan pusat di mana semua kekuasaan pengelolaan dan perencanaan negara dipusatkan. Ini bermakna pemerintah pusat mempunyai kekuasaan yang mutlak dalam menentukan maju mundurnya sebuah negara. Dalam kontek perencanaan pembangunan, maka perencanaan yang berbentuk sentralistik akan menentukan semua aktivititas perencanaan pembangunan yang ingin dilaksanakan
Pada tahap awal perkembangan ekonomi suatu bangsa, sebuah negara terbentuk dengan sifat-sifat kedaerahan, kesukuan, golongan politik yang berbeda ideologi, cita-cita, budaya dan lain-lain, maka pemusatan kekuasaan perlu demi untuk membentuk sebuah negara. Setelah ekonomi berkembang dan jumlah penduduk bertambah meningkat, maka idiperlukan aktivitas pembangunan yang lebih luas dalam bentuk sistem desentralisasi untuk pengelolaan sebuah negara. Keperluan ini ditambah pula oleh faktor-faktor geografi dan kebudayaan masyarakat yang berbeda memerlukan bentuk-bentuk pengurusan negara yang lebih khusus terutamanya diperingkat daerah
Disamping pelaksanaan desentralisasi , negara juga perlu untuk melibatkan rakyat dalam setiap program pembangunan negara, sebagai tanda bahwa program pembangunan yang dilaksanakan adalah untuk memberikan berbagai pelayanan dan kemudahan kepada rakyat. Untuk mendapat faedah ini rakyat perlu dilibatkan secara langsung dalam semua tingkatan kebijakan perencanaan pembangunan. Dalam sistem sentralisasi rakyat sering dijadikan penonton dalam pembangunan. Rakyat tidak tahu dan tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan segala kebijakan negara. Rakyat dengan negara mempunyai jarak, negara sibuk dengan dinamikanya sendiri dan berbicara dengan bahasanya sendiri, yang kian hari tidak akan pernah dimengerti oleh rakyat
Keterpisahan dimensi negara dan rakyat jelas merupakan suatu faktor yang sangat tepat untuk melihat adanya praktek anti demokrasi disebuah negara. Kejadian ini sebenarya lebih merupakan sesuatu keadaan yang sengaja ciptakan oleh para elit negara. Negara sengaja meninggalkan rakyat dalam segala perencanaan serta pengambilan kebijakan negara yang hendak laksanakan disesuatu wilayah. Hal ini jelas menunjukan indikasi praktek sistem totalitarianisme yang dilaksanakan oleh sebuah negara untuk kepentingan pribadi sebuah rezim dengan membangun sebuah sistem sentralistik. Hannah Arendt (1995) menjelaskan, dilihat dari segi struktural, model yang sentralistik di mana wujudnya praktek totalitarianisme dapat dilihat dari beberapa faktor, pertama, terjadinya legitimasi dengan sangat mudah terjadinya pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) atas nama tujuan ideologi dengan simbol demi pembangunan dan kesuksesan bangsa. Kedua, monopoli informasi dengan alasan bahawa kerajaan atau pemerintahan tahu lebih baik apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dibaca, ditonton dan didiskusikan oleh rakyat. Ketiga, adanya pembatasan organisasi-organisasi rakyat pada organisasi-organisasi resmi dan ini bisa menimbulkan praktik korporatisme negara
Menurut Dryzek dalam Demokrasi in the Policy Sciences Aspirations and Operation, Policy Studies Journal, Vol.22 No.1 1994, kebijakan serta keputusan politik dalam satu negara yang menganut sistem sentralistik sangat didominasi atau dikontrol oleh penguasa elit yang berkuasa sehingga praktek membatasi aspirasi dan keinginan rakyat lebih banyak digunakan. Kegusaran dan kebimbangan Dryzek memang sudah menjadi suatu kenyataan. Untuk negara-negara maju hal ini sudah mulai dikurangkan sejak lima puluh tahu yang lalu. Ketika mazhab Frankfurt mengagas teori kritiknya misalnya, Horkheimer dan kawan-kawannya yang membuat kajian terhadap elit politik. Menurut mereka, elit politik lebih sering melakukan penghisapan-penghisapan keberadaan rakyat daripada memberdayakannya. Untuk itulah Habermas menggagas konsep politik desentralisasi yang lebih menjanjikan terciptanya ruang dialog terbuka bagi negara dan rakyatnya (Fadillah Putra 1999:3)
Negara yang menganut sistem sentralistik, keterlibatan aktif masyarakat bawah dalam proses politik sering terhalang oleh struktur yang lebih tinggi dan tidak di namis (beku). Hal ini terjadi karena memang sistem politik yang sentralistik sangat memungkinkan terciptanya sebuah kondisi di mana negara makin meninggalkan rakyat. Praktek-praktek penghalangan terhadap keterlibatan rakyat yang dilakukan oleh negara sentralistik merupakan praktik anti demokrasi, sebagaimana kajian yang dilakukan Dennis A.Rondinelli yang membagi praktek anti demokrasi tersebut dalam beberapa bahagian. Pertama, rencana-rencana pemerintah tidak diketahui oleh rakyat di tingkat bawah, padahal bila kita melihat pendapat De Janvry (1999), setiap tindakan pemerintah itu berkenaan dengan kepentingan rakyat. Bila rakyat sudah tidak mengerti akan apa yang sedang dilakukan pemerintahnya, maka pada saat yang bersamaan telah terjadi pengingkaran terhadap kehendak rakyat oleh pemerintah (penguasa). Kedua, lemahnya dukungan elit lokal. Elit lokal merupakan institusi reprentasi alternative atas keberadaan rakyat disamping institusi formal semacam legislatif. Elit lokal ini memiliki basis legitimasi yang cukup kuat atas statusnya sebagai wakil rakyat
Dalam iklim sentralistik pendapat-pendapat elit lokal ini sangat terabaikan kecuali mereka memiliki hubungan ke kerajaan pusat, ini persoalan lain. Padahal dengan kuatnya kepercayaan rakyat terhadap mereka, seharusnya menjadikan pendapat elit lokal ini tidak dapat diabaikan begitu saja dalam kerangka demokrasi. Ketiga lemahnya hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat. Keempat tidak dapat memotong Red Tape prosedur politik dan adminitrasi yang panjang. (Fadillah Putra 1999:6-7)
Oleh karena itu, untuk menghilangkan praktik “sistem sentralistik” disebuah negara yang menamakan dirinya menganut sistem demokrasi, maka perlu ditekankan pelaksanaan sistem politik desentralisasi dalam segala perencanaan dan kebijakan negara atau pemerintah. Hal ini bertujuan untuk memenuhi kehendak rakyat baik berkaitan dengan aspek politik, kebudayaan, ekonomi dan pentakbiran sebuah negara. Penekanan ini penting kerana menyangkut dengan perkembangan negara dan terdapatnya saling ketergantungan pelaksanaan kegiatan di daerah-daerah yang mendukung kepentingan nasional. Pengamalan praktek politik desentralisasi memberi peluang kepada rakyat melibatkan diri dalam aktivitas pembangunan yang dirasakan sesuai dengan keadaan politik, sosial dan ekonomi sesuatu masyarakat setempat.

2. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah pelaksaaan politik desentralisasi dapat menwujudkan pemerintahan lokal (Local Government) dapat membuat keputusan sesuai dengan kepentingan wilayahnya
2. Apakah pelaksaaan politik desentralisasi dapat meningkatkan kemampuan pemerintah lokal dan memangkas rantai birokrasi yang berbelit belit untuk wujudnya sebuah Local Government

3. Ruang Lingkup
Desetralisasi, Demokrasi, Partisipasi rakyat, Local Governance

4. Teori Definisi Konsep
Beberapa penulis telah membuat kajian mengenai pelaksanaan politik desentralisasi dibeberapa negara. Analisa dari Mathur, Nelis, dan Harris menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin politik dan pengelola adminstrasi dalam tiap-tiap negara mempunyai alasan tersendiri untuk melaksanakan desentralisasi. Politik desentralisasi dilaksanakan untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan pendapatan dan kekayaan antara wilayah. Pengamalan politik desentralisasi dalam pengelolaan dan perencanaan negara telah menghasilkan beberapa hasil yang positif. Kejayaan dan pencapaian kesuksesan pelaksanaannya dapat ditinjau dalam banyak segi. (Dennis A.Rondinelli 1983:296)
Secara umum definisi politik desentralisasi sering dimaksudkan sebagai pemindahan perencanaan, pengambilan keputusan atau pembahagian wawenang kekuasaan dari pemerintahan pusat kepada cabang-cabang organisasinya, unit pengelola administrasi lokal, pemerintahan lokal ataupun organisasi non pemerintahan. Jadi wujudnya pengalihan kekuasaan pemerintah pusat kepada pihak pengelola administrasi yang lebih rendah yaitu di tingkat provinsi, tingkat kabupaten dan seterusnya. Hal ini telah terciptanya pemerintahan lokal yang menjalankan pemerintahan berdasarkan wewenang pemerintah pusat .
Politik desentralisasi merupakan berlakunya proses pemindahan kekuasaan, perundangan, kehakiman atau pengelolaan negara dari peringkat tertinggi pemerintahan kepada peringkat yang lebih rendah . Ini bermakna pemerintahan lokal mempunyai hak dan kuasa untuk melaksanakan bidang-bidang yang telah ditetapkan. Dengan kekuasaan yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat tersebut, maka pemerintah lokal menjadi lebih efektif. Kecakapan, dan kebijaksanaan aparatur pemerintahan lokal akan membantu pelaksanaan dasar-dasar strategi dan program-program pembangunan yang telah tetapkan oleh kerajaan pusat
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan desentralisasi sebagai satu tindakan yang sesuai untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Yang penting adalah sesuatu perencanaan pembangunan hendaklah meliputi seluruh kawasan, kabupaten, kecamatan, kemukiman dan desa (Gampong) di mana saja rakyat tinggal. Perencanaan pembangunan yang lebih menyeluruh akan lebih bermanfaat kepada rakyat. Mereka akan dapat menikmati hasil pembangunan walaupun dimanapun mereka berada (United Nation 1961:63)
Desentralisasi merupakan sebagai usaha untuk memindahkan kekuasaan dari peringkat tertinggi kekuasaan (pemerintah pusat) kepada pemerintahan lokal. Namun demikian tidak semua kekuasaan membuat keputusan itu diserahkan kepada pemerintahan lokal. Misalnya perencanaan fiskal, moneter dan keselamatan sesuatu negara tetap dilaksanakan oleh pemerintah pusat .
Pelaksanaan politik desentralisasi akan melahirkan para pengelola negara yang efisien. Tentu saja mereka lebih jelas mengetahui kebutuhan masyakat lokal. Maddick, menjelaskan sudah pasti pemerinthan lokal merupakan pihak yang paling dekat dengan rakyat. Secara tidak langsung ia berwibawa untuk bertindak sebagai penghubung antara pemerintahan pusat dengan rakyat. Tindakan untuk memperbiki segera dapat diambil sekiranya terjadi masalah ketika pelaksanaan. Itulah sebabnya perencanaan diperingkat Kabupaten dan Provinsi diutamakan dan ianya menjadi komponen penting dalam strategi pembangunan negara .
Selain dari itu, pelaksanaan politik desentralisasi juga dapat memperbaiki ketajaman perencanaan dan pengurusan di dalam birokrasi pusat dalam rangka menyelesaikan masalah sosial, ekonomi dan politik negara. Menurut Friedman, politik desentralisasi dapat mengurangi beban tugas yang terpaksa ditanggung oleh pemerintah pusat melalui penyerahan kekuasaan dan tanggungjawab kepada unit-unit pengelola pemerintahan lokal. Dengan itu kerajaan pusat dapat lebih memfokuskan perhatian yang lebih baik kepada masalah-masalah utama negara disamping upaya memperbaiki pertumbuhan ekonomi negara demi kemakmuran rakyat. Sebagai contoh adalah dikawasan pedalaman Asia dan Afrika Timur, taraf hidup rakyat telah meningkat secara signifikan dengan adanya sistem politik desentralisasi. Peranan birokrasi lokal telah meningkat dan menjadi alat pressure kepada agensi-agensi kerajaan untuk mendapatkan sumber keuangan bagi pembangunan wilayah masing-masing
Terdapat empat bentuk politik desentralisasi yang di jalankan dalam sesebuah negara: Pertama adalah Deconcentration, yaitu pembagian wawenang kekuasaan membuat sesuatu keputusan berkaitan dengan pengelolaan administrasi kepada unit-unit organisasi pengelola lain atas nama pemerintah pusat. Dimaksudkan disini adalah pembagian tanggungjawab dan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan lokal. Walupun begitu unit-unit pengelola lokal ini tidak diberikan kekuasaan sepenuhnya dalam banyak hal. Unit-unit pemerintaah lokal ini hanyalah merupakan alat pelaksana tugas-tugas pemerintahan pusat yang perlu dilakukan di sesuatu wilayah atau daerah tertentu. Dengan demikian pelaksanaan Deconcentration di sini bermakna tiadanya pemindahan kekuasaan dalam membuat keputusan-keputusan penting mengenai sesuatu perkara. Kementerian diperingkat pusat masih berkuasa penuh dalam membuat sesuatu keputusan mengenai kebijakan lokal .
Menurut James W.Falser, Deconcentration bermaksud pembahagian tugas kepada unit-unit pelaksana lokal. Dengan adanya pembahagian tugas tersebut akan memudahkan pemerintahan pusat. Pada masa yang sama akan memudahkan pemerintahan lokal mengambil peranan untuk meringankan beban rakyatnya. Walupun begitu pemindahan tugas ini tidak memperlihatkan pemindahan kekuasaan dalam arti kata yang sebenarnya. Deconcentration tidak memberikan peluang kepada unit-unit pemerintahan lokal untuk memilih dan membuat keputusan dalam semua bidang pengelolaan dan pembangunan. Pegawai-pegawai lokal atau daerah yang mewakili kementerian-kementerian pemerintah pusat hanya mempunyai wibawa terbatas dan melaksanakan tugas di bidang masing-masing . (James W.Falser 1968:373)
Bentuk politik desentralisasi yang kedua adalah Devolution, Istilah ini menjadi terkenal di negara Amerika Serikat pada tahun 1994, yang dipolulerkan oleh Richard P. Nathan dengan istilah Revolusi Devolusi. Sebenarnya, secara konseptual Devolution sudah ada sejak 2 dekade yang lalu. PBB misalnya pada tahun 1962 mengartikan desentralisasi sebagai dekonsentrasi disebut juga desentralisasi administrasi. Dan devolusi sering juga disebut sebagai desentralisasi demokrasi atau politik, yang mendelegasikan wawenang pengambilan keputusan kepada badan perwakilan yang dipilih melalui pemilihan lokal. Devolusi sering juga dikaitkan dengan pelaksanaan konsep pemberian Otonomi , sebagaimana dijelaskan oleh Bintoro Tjokromidjojo (1974:120), melalui konsep ini kekuasaan membuat sesuatu keputusan utama terletak di tangan majlis per-undang-undangan pemerintah lokal. Pemerintah lokal mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan dalam bidang-bidang tertentu namun dibatasi oleh peraturan-peraturan nasional
Sedangakn Fadillah Putra (1999:75) menjelaskan devolusi adalah kemampuan unit pemerintah yang mandiri dan independen. Pemerintah pusat harus melepaskan fungsi-fungsi tertentu untuk menciptakan unit-unit pemerintahan baru yang otonom dan berada diluar kontrol langsung pemerintah pusat. Cirinya adalah unit pemerintahan lokal yang otonom dan mandiri, kewenangan pemerintahan pusat tidak besar dan pengawasannya tak langsung, pemerintah lokal memiliki status dan legitimasi hukum yang jelas untuk mengelola sumberdaya dan mengembangkan pemerintah lokal sebagai lembaga yang mandiri dan independen
Dengan demikian, devolusi akan membolehkan suatu unit administrasi pemerinatahan lokal untuk membuat keputusan tertentu dengan segera tanpa harus merujuk kepada pemerintah pusat. Kekuasaan membuat keputusan oleh para penguasa lokal ini amat penting bila melihat betapa rumitnya membuat sesuatu keputusan yang harus melalui rangkaian birokrasi yang panjang dalam pemerinth pusat. Ini tentu pemborosan waktu, dana dan tenaga yang telah diperuntukan untuk sesuatu projek pembangunan
Politik desentralisasi yang ketiga adalah Delegation. Menurut konsep ini, tugas eksekutif atau organisasi diserahkan kepada organisasi yang lain.Tugas-tugas pemerintahan dalam kementerian pusat diserahkan kepada pemerintahan di daerah untuk untuk diselenggarakan. Dengan cara ini terjalinlah kejasama yang erat antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat demi untuk memudahkan pelaksanaan tugas-tugas tertentu. Pendelegasian yang demikian itu akan mengurangi beban tugas pejabat-pejabat pemerintah pusat
Bentuk desentralisasi yang keempat atau yang terakhir adalah privatization atau pewiraswastaan. Bentuk desentralisasi ini merujuk kepada bentuk-bentuk kegiatan yang ditentukan oleh pemerintah pusat untuk pemerintah daerah tetapi dilakukan oleh masyarakat setempat. Ini bermakna penyertaan masyarakat dalam aktivitas-aktivitas yang penting. Dalam konsep pewiraswastaan ini juga dikatakan sebagai organisasi jabatan-jabatan pemerintahan yang dikendalikan oleh swasta. Yaitu kewenangan diserahkan kepada swasta untuk melaksanakan aktivitas tertentu, bila wakil pemerintah yang ditugaskan itu menghadapi masalah seperti masalah pelayanan dan masalah kekurangan dana penunjang. Diantara contoh program yang dilaksanakan oleh masyarakat tempatan adalah seperti program pembangunan masyarakat desa, koperasi dan lain sebagainya
Sementara itu kajian terhadap negara-negara Asia menunjukkan masih terdapat ketergantungan yang kuat pemerintahan lokal terhadap pemerintah pusat . Juga terdapat program inovasi dilaksanakan tanpa menghubungkan organisasi yang telah mendapat dukungan politik dengan sumber keuangan. Seterusnya penguasa tidak memberi peluang kepada pemerintah lokal untuk melaksanakan fungsi yang baru dalam usaha memenuhi keperluan rakyatnya. Kajian di Algeria, Libya, Tunisia dan Magribi pula menunjukkan prestasi dan kesan langsung yang wujud tidak sesuai dengan kebijakan desentralisasi yang dilaksanakan. Kawalan ke atas sumber keuangan oleh pemerintah pusat masih sangat berkesan, organisasi tempatan dan wilayah masih kekurangan pegawai yang punya kualitas. Oleh yang demikian, organisasi sukar meningkatkan pembangunan politik dan tindakam mereka hanya semata-mata meneruskan kepentingan kerajaan pusat (Rondinelli dan Mathur 1983 : 9)
Memang pada umumnya pelaksanaan politik desentralisasi di banyak negara manapun di dunia menghadapi masalah dari segi ketidakmampuan pemerintah lokal untuk mengorganisir partisipasi politik. Hal ini disebabkan penguasaan sumber keuangan masih ditangan pemerintah pusat, sehingga menyebabkan keuangan sukar dimobilisasikan. Akibatnya pemerintahan lokal hanya mirip untuk meneruskan kepentingan-kepentingan pemerintah pusat ketimbang untuk kepentingan dirinya sendiri. Keadaan ini juga disebabkan pemerintahan lokal kekurangan tenaga ahli. Kajian yang dibuat di negara Asia sebagai contoh, di mana dukungan pegawai pemerintahan lokal terhadap pelaksanaan sistem desentralisasi sangat menyedihkan. Keadaan ini telah menjatuhkan kewibawaan penguasa lokal. Campur tangan politik tidak dapat dielakkan walaupun disentralisasi begitu ideal. Namun hal ini amat dilematis, sebagaimana analisa yang di buat oleh Mathur memperlihatkan bagaimana percaturan politik telah menggugat keberadaan desentralisasi. Pemimpin-pemimpin lebih cenderung untuk menjadikan desentarlisasi sebagai alat mendapatkan dukungan demi kepentingan politik pribadi dan kelompoknya sendiri. Bila desentraliasi dapat menguatkan pengaruh politik maka segera akan di laksanakan sekaligus dan di undang-undangkan

5. PEMBAHASAN
A. Politik Desentralisasi dan Partisipasi Rakyat
Membicarakan konsep “rakyat” sebagai sebuah istilah dalam ilmu kebijakan atau politik memang agak sulit. Sering kita mendengar orang membicarakan masalah kerakyatan, lalu sebahagian orang mempertayakan rakyat mana yang dibicarakan?. Seorang aktivis partai tentu mengatakan bahwa partainya berjuang demi rakyat. Yang selalu menjadi pertanyaan adalah; rakyat mana yang diperjuangkannya?. Rakyat seringkali kali menjadi objek, sebaliknya mereka tidak pernah merasakan bahwa seseorang, sekelompok atau partai tertentu telah berjuang untuk mereka. Dengan kata lain, rakyat tidak pernah merasakan telah memberi kepercayaan kepada seseorang atau partai tertentu untuk mengatasnamakan mereka
Dalam kajian kebijakan publik, istilah “rakyat” juga sering disebut dengan beberapa istilah lain seperti stakehorder, target group, atau Intended group. Istilah-istilah tersebut mengacu pada pengertian aktor, orang atau pihak yang berhak membuat kebijakan. Kalau kita mencoba untuk memperhatikan karakteristik segala kebijakan publik, maka dalam konsep tersebut salah satu ciri yang harus tetap ada dalam suatu pengertian kebijakan publik yaitu suatu kebijakan tersebut selalu ditujukan untuk kepentingan seluruh rakyat. Dengan demikian dapat dikatakan rakyat merupakan objek atau sasaran suatu kebijakan. Rakyat merupakan objek yang langsung atau tidak langsung akan mendapat pengaruh dari suatu implementasi kebijakan. Dengan lain perkataan rakyat adalah sasaran yang merasakan langsung akibat-akibat atau dampak dari hasil akhir kebijakan atau policy outcome.
Dengan demikian, pentingnya penglibatan rakyat dalam segala kebijakan pemerintahan memang tidak dapat dinafikan dan merupakan sesuatu yang harus dilakukan untuk membangkitkan rasa memiliki rakyat terhadap segala aspek kebijakan dari pemerintah. Oleh karena itu dorongan harus diberikan oleh pemerintah untuk melibatkan rakyat dalam setiap kebijakan. Kajian oleh Freire dan Illiah, Stoke dan Boyle (1987:3) menunjukan penglibatan rakyat merupakan suatu proses kesadaran untuk pembangunan dan dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah pembangunan. Hal ini disebabkan oleh karena masyarakat dapat menyuarakan masalah-masalah dan keperluan-keperluan mereka yang akan disesuaikan dengan program kebijakan pembangunan. Fokus utama perencanaan seharusnya untuk memenuhi hak azasi manusia dan penglibatan rakyat bertujuan untuk kemajuan ekonomi dan perubahan sosial . (Freire dan Illiah 1987:3)
Konsep partisipasi (involvement) atau penglibatan rakyat mengandung maksud rakyat melibatkan diri dalam program-program pembangunan yang dilaksanakan tetapi tidak meliputi elemen-elemen seperti pemahaman dan komitmen. Penyertaan adalah lebih pada aspek pisik tanpa adanya asimilasi dari segi mental, yaitu merupakan satu konsep global yang memungkinkan melibatkan orang secara perseorangan atau satu perkumpulan tertentu. Penyertaan adalah lahir dari penerimaan dan asimilasi serta komitmen dari tokoh-tokoh masyarakat kepada sesuatu perkara. Baik itu dikalangan tokoh-tokoh itu sendiri atau badan-badan tetap yang mewakili tokoh-tokoh dalam hubungan dengan pihak pemerintah. Tugas utama organisasi tersebut ialah menjadi perantara diantara tokoh masyarakat dengan pemerintah disamping menjadi alat pemerintah dalam usaha-usaha implementasi program pembangunan . Selain dari itu pentingnya penglibatan tokoh-tokoh masyarakat dapat diteruskan melalui organisasi itu (Aznan Abdul Razak 1980)
Penglibatan dan penyertaan rakyat juga dapat dilihat dalam konteks tuntutan dan dukungan yang diberikan terhadap sesuatu proyek pembangunan. Apa yang dimaksudkan dengan tuntutan termasuklah kemauan rakyat dan kelompok dalam masyarakat untuk mencapai kebaikan baik dari segi pendidikan yang lebih baik, partisipasi dalam politik, menikmati taraf hidup yang lebih tinggi dan sebagainya. Dukungan juga dimaksudkan sebagai dukungan yang diberikan oleh rakyat dalam arti kata mereka semua menganggap dukungan rakyat kepada negara. Dengan adanya perasaan taat setia terhadap negara, barulah pemerintah dapat melaksanakan berbagai perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan (Abdullah Sanusi Ahmad 1970:3)
Dengan demikian, pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah diharapkan akan dapat meningkatan kemajuan ekonomi dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Perencanan pembangunan yang efektif akan dapat membantu mencapai kondisi tersebut walaupun sesuatu rancangan pembangunan pasti akan menghadapai masalah-masalah dan halangan-halangan tertentu. Melihat kesulitan dan ketidaktentuan dalam proses pembangunan terutamanya yang direncanakan dan diawasi oleh pemerintah pusat maka dirasakan perlu dilaksanakan desentralisasi dalam perencanan dan pengelolaan. Pelaksanaan desentralisasi mempunyai beberapa tujuan tertentu sehingga banyak pemerintah di negara yang sedang berkembang melaksanakan desentralisasi. Selain dari itu pengelolaan administrasi pemerintahan secara desentralisasi tersebut memberi peluang kepada masyarakat untuk turut serta dalam membuat keputusan atau dalam perencanaan pembangunan atau penglibatan rakyat dalam proyek-proyek yang dilaksanakan
Jadi dengan adanya penglibatan rakyat akan membawa kepada wujudnya persamaan dalam pembahagian sumber keuangan dari pemerintah. Dengan ini semua golongan dapat menggunakan dan menikmati infrastruktur yang disediakan oleh pemerintah. Secara tidak langsung taraf hidup dan kesejahteraan sosial rakyat dapat ditingkatkan. Pada masa yang sama aktivitas-aktivitas ekonomi desa seperti pertanian, industri kecil, dan kerajinan tangan dapat berkembang dengan pesat dan sistem pengangkutan dapat disempurnakan. Hasil-hasil produksi dapat dipasarkan dengan cepat ke kawasan di mana permintaan produk tersebut cukup tinggi terutamannya di bandar-bandar. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan oleh Emil J.Sody (1967:75), politik desentraliasi bertujuan untuk melatih rakyat dalam mengurus dan mengelola sesuatu perencanaan pembangunan. Ini bermakna rakyat tidak perlu terlalu bergantung kepada pemerintah pusat dalam pengelolaan pembangunan. Proses desentralisasi memberi peluang kepada rakyat untuk meningkatkan kecakapan mereka dalam mengendalikan pemerintahan sendiri (Self Government) . Oleh sebab itu kemajuan atau kegagalan dan pengelolaan pembangunan adalah bergantung kepada kecakapan dan kemahiran pengurusan mereka sendiri.
Berdasarkan pembahasan diatas sehingga dapat dibuat sebuah perwujudan alternatif politik desentralisasi dan dapat diambil untuk diterapkan sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Aceh sehingga akhirnya dengan kemauan politik yang kuat dapatlah dibuat sistem sosial budaya dan politik masa depan Aceh yang berpihakan kepada arah politik desentralisasi berbentuk self goverment di Aceh.

B. Format Sistem Sosial Budaya dan Politik Masa Depan Aceh
Erman Anom (2006) menyebutkan ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian untuk tercapainya format kehidupan sosial budaya dan politik masa depan Aceh, yaitu mewujudkan sistem sosial budaya, dan politik sebagai berikut: Pengurusan atau pemerintahan Gampong (desa), Mukim, Daerah, Nanggroe. Pembaharuan ketata-negaraan Aceh sangat diperlukan sebagai landasan pijakan dalam mengelola pemerintahan dengan semangat dan tujuan self goverment yang dimilikian
Pengurusan atau pemerintahan Gampong (desa).Pengurusan dan pemerintahan Gampong terdiri atas tiga unsur yaitu:
Keuchik (kepala desa) dibantu oleh seorang atau beberapa orang wakil (wakil), Teungku (imam), Ureueng tuha. Keuchik ialah pemimpin atau bapak gampong, yang menerima wewenangnya dari masyarakat gampong. Jabatan ini sama halnya dengan seluruh jabatan di Aceh Indonesia adalah jabatan yang dipilih dalam muafakat oleh masyarakat gampong. Keuchik pada hakikinya bahwa dialah yang membela kepen-tingan dan keinginan warga gam-pongnya, baik berhadapan dengan gampong–gampong lainnya, ataupun terhadap tuntutan-tuntutan yang berlebih-lebihan dari warga gampong itu sendiri. Orang Aceh sering mangutip dalam rapat-rapat: ”keuchik” eumbah, teungku ma” yaitu keuchik ibarat bapak, teungku ibarat ibu.
Seluruh penduduk gampong yang cinta damai merasa yakin bahwa mutlak dibutuhkan seseorang yang berbicara dan berunding atas nama seluruh warga; apalagi seperti beraneka urusan keluarga (perkawinan, perceraian, pengasuhan anak yatim piatu, soal pindah rumah). Sumber pendapatan keuchik. Keuchik adalah jabatan kehormatan dan sebenarnya pendapatan yang akan diperolehnya menurut adat sungguh tak seberapa. Pendapatan itu terbatas hanya kepada apa yang disebut ”ha’ katib” atau ”ha’ cupeng”, yaitu imbalan untuk bantuan yang diperlukan dari keuchik itu untuk pernikahan warga gampongnya dan urusan-urusan lain yang berkaitan dengan urusan gampong.
Jabatan keuchik di Aceh, sebagai bapak warga gampongnya, dihargai tinggi, terutama karena sifat kehormatannya, namun juga karena keuntungan nyata yang terlekat pada jabatan ini. Sebagai bawahannya, yang secara nyata lebih banyak membantu keuchik itu dibandingkan warga gampong lainnya, ialah wakilnya yaitu wakil atau kuasanya. Setiap keuchik paling tidak dibantu oleh seorang wakil. Wewenang Keuchik. Kewajiban keuchik dengan bantuan punggawa (staf) gampong lainnya yang setiap waktu dapat dipanggil untuk diberi tugas, untuk memelihara tertib-aman, serta juga mengusahakan kesejahteraan penduduk sepenuh kemampuannya.
Teungku. Teungku adalah ”ibu” warga gampongnya. Teungku adalah gelar yang diberikan umumnya di Aceh kepada orang yang mengemban jabatan yang berkaitan agama atau yang berbeda dari penduduk awam umumnya kerana lebih sempurna pengetahuan agamanya atau pun lebih khusyuk menunaikan ibadah. Sebagai teungku meunasah selayaknya bagi ”ibu gampong” itu menjadi kewajiban menjamin agar ”gedung meunasah” (wilayah kekua-saanya) itu sesuai keadaannya dengan tujuan keagamaannya. Namun hal ini jarang terjadi, dan dalam keadaan langka terjadinya itu; ini lebih banyak diaki-batkan oleh salehnya bapak keuchik daripada ketekunan kerja si ibu teungku itu. Dalam pemerinthan gampong di Aceh teungku tugasnya mengurusi urusan keagamaan warga gampong. Sedangkan sumber penghasilan teungku dari Pitrah (fitrah), zakeuet (zakat), Imbalan uang untuk pengurusan pernikahan, ha’ teuleukin (uang talkin), persengketaan warga gampongnya.
Ureung Tuha (tokoh masya-rakat). Kaum ureueng tuha, yang tepat setara dengan yang disebut orang tua di kalangan kita, adalah kaum yang berpengalaman, kebijaksnaan, bersopan-santun dan cukup berpengetahuan tentang hal adat dalam suatu gampong. Jumlah anggota dewan ureueng tuha itu tidaklah tentu; dan para anggotanya bukanlah diangkat tetapi dipilih atas kesepakatan bersama. Keanggotaan ureueng tuha kerana diakui kebijakannya, pengalamannya atau pengetahuannya tentang adat, dengan sendirinya akan diakui orang sebagai warga ureueng tuha itu dan pendapatnya akan diindahkan pada dalam rapat mufakat .
Orang Aceh terkenal sebagai kaum mufakat. Persoalan-persoalan yang paling sepele pun dijadikan alasan untuk pertukaran pendapat yang ramai-ramai. Para kepala adat untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang menyangkut dengan daerahnya serta warga daerahnya harus ada dan hadir pula beberapa orang tokoh yang dapat dianggap sebagai wakil dari golongan atau daerah bersangkutan, karena kalau lalai, maka keptusan mufakat tidak sah.
Mukim dan Adminitrasi Pemerintahannya. Di antara para pejabat gampong dengan penguasa daerah terdapat para imum (imam), yang mengepalai daerah mukim. Wilayah Aceh dibagi menjadi beberapa distrik yang diberi sebutan mukim dengan jabatan imeum sebagai kepala distrik. Lembaga ini timbul di Aceh kerana pengaruh kaum ulama dan tokoh-tokoh keagamaan.
Tujuan asli pembentukan mukim. Tujuan semula dapat dilihat dari penggunaan istilah mukim itu. Mukim ialah suatu istilah Arab, yang makna sebenarnya ialah penduduk suatu tempat. Hukum Islam, menurut mazhab Syafii yang unggul di tanah Aceh, menentukan bahwa untuk menegakkan jemaat hari jumat mutlak diperlukan kehadiran paling sedikit 40 orang mukim yang termasuk golongan penduduk bebas yang telah dewasa.
Di Aceh, mukim mempunyai peranan penting untuk mengkoodinir gampong-gampong agar berjalan sesuai dengan tatanan yang telah disepakati oleh musyawarah gampong, dalam peranannya mukim berlandaskan kepada nilai-nilai Islam. Imum mukim menjadi tokoh yang dapat diteladani oleh pemerintah gampong-gampong, untuk itu pengetahuan agama dan kepemimpinan sangat menjadi yang utama yang harus dimiliki oleh imeum mukim, kerana peranan yang dimainkan oleh imeum mukim selain memimpin pemerintahan dan juga menjadi pemimpin agama. Imum mukim dipilih oleh musyawarah masyarakat semukim yang anggota-anggotanya dari tetua gampong (keuchik), cerdik pandai, dan ureng tuha.
Daerah dan administrasi pemerintahannya. Para tetua daerah adalah yang dipertua di negeri masing-masing, dan merupakan kepala daerah par exellence (cerdik pandai), mereka mempunyai kekuasaan otonom. Dalam menjalankan peran dan tugas pemerintahan pengetua daerah di bantu oleh yang mengurusi administrasi pemerintah. Pengetuan daerah dipilih langsung oleh masyarakat lewat pemilu yang diadakan.
Nanggroe dan administrasi pemerintahannya. Kepala pemerintahan nanggro disebut wali nanggroe yang berperan dan mempunyai tugas sebagai koordinator pengetua-pengetua daerah. Wali Nanggroe dipilih oleh tetua-tetua daerah dan anggota parlemen daerah dan para utusan cerdik pandai dari golongan agama dan cerdik pandai dari golongan non agama dalam sebuah musyawarah. Dalam menjalankan kepemimpinannya wali nanggroe dibantu oleh kepala administrasi pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar