Sharing Science

Ilmu Pengetahuan Harus di Sharing, Karena Ilmu Sangat Penting Untuk Diketahui oleh Orang Banyak

Kamis, 24 September 2009

POTRET KEMISKINAN DI KABUPATEN SUMBAWA

Keragaman cara pandang terhadap kemiskinan menjadi salah satu persoalan dalam penanggulangan kemiskinan. Perbedaan tipologi atau karakteristik masyarakat dengan keragaman budaya dapat membedakan indikator kemiskinan masyarakat. Misalnya kemiskinan di kota dengan di desa tentu berbeda, demikian pula dengan masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan.

Cara pandang tersebut menyebabkan penerapan indikator kemiskinan yang berbeda diantara para pihak. BPS misalnya memandang kemiskinan dari ketidak mampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar yang diukur dari pengeluaran konsumsi pangan dan non pangan. Sementara BKKBN memiliki versi yang membagi keluarga miskin berdasarkan keluarga sejahtera, pra sejahtera I, II dan III. Demikian pula institusi yang lain seperti : Bank Dunia, Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial, memiliki standar masing-masing.

Data Kemiskinan
Kabupaten Sumbawa memiliki jumlah penduduk sebanyak 390.172 jiwa, terdiri dari laki-laki 206.222 jiwa dan perempuan 183.950 jiwa dengan angka laju pertumbuhan 2 % pertahunnya, yang tersebar di 22 kecamatan dan 152 desa/kelurahan (BPS , 2006).

Di kabupaten Sumbawa jumlah penduduk miskin bervariasi berdasarkan dari beberapa sumber data. Menurut versi Badan Pusat Statistik (BPS) Jumlah penduduk Kabupaten Sumbawa yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2006 berdasarkan ukuran ini mencapai 100.988 jiwa atau sekitar 25,88 % dari jumlah penduduk secara keseluruhan sebanyak 390.172 jiwa. Sedangkan menurut versi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) jumlah Keluarga Pra Sejahtera (KS) pada tahun 2006 sebesar 22,18%.

Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Sumbawa No. 1197 Tahun 2006 tentang Penetapan Jumlah Desa/Keluarahan Tertinggal Kabupaten Sumbawa, terdapat sebanyak 89 desa/kelurahan tertinggal, dari 152 desa/kelurahan yang ada. Data jumlah desa/kelurahan tertinggal dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1.
Data Jumlah Desa/Kelurahan Tertinggal
di Kabupaten Sumbawa Tahun 2006

No Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan Tertinggal
1 Ropang 7
2 Utan 6
3 Batulanteh 6
4 Plampang 6
5 Labangka 6
6 Moyo Hulu 6
7 Tarano 5
8 Lunyuk 5
9 Alas 5
10 Orong telu 4
11 Rhee 4
12 Alas Barat 4
13 Labuan Badas 4
14 Buer 4
15 Unter Iwes 3
16 Moyo Utara 3
17 Lopok 3
18 Maronge 3
19 Moyo Hilir 2
20 Lape 2
21 Empang 2
22 Sumbawa -
Jumlah 89

Sumber : SK Bupati Kabupaten Sumbawa No. 1197 Tahun 2006

Pemerintah daerah Kabupaten Sumbawa juga telah melakukan pendataan kemiskinan dengan menerapkan metode Analisis Kemiskinan Partisipatif (AKP) yang dilakukan di beberapa desa. Hasil AKP ini telah memberikan pelajaran penting bahwa penggunaan indikator kemiskinan dapat juga dikembangkan melalui cara partisipatif dengan menggunakan kriteria lokal.


Penduduk Miskin Berdasarkan Data Penerima BLT
Berdasarkan data penerima BLT tercatat jumlah penerima BLT/SLT di Kabupaten Sumbawa pada tahun 2006 sebanyak 100.988 jiwa, atau 25,88 % dari keseluruhan jumlah rumah tangga di Kabupaten Sumbawa. Sebaran penerima BLT dirinci berdasarkan kecamatan sebagai berikut :

Tabel 2.
Data Jumlah Penerima BLT di Kabupaten Sumbawa
Tahun 2006
No Kecamatan Jumlah RT Jumlah Penerima BLT Persentase
1 Orong telu 1113 2309 48,18
2 Labangka 2657 4167 47,08
3 Lunyuk 4310 5918 35,41
4 Utan 7079 8829 32,26
5 Plampang 6048 7628 31,14
6 Lape 3884 4562 30,60
7 Maronge 2274 2824 29,83
8 Batulanteh 2541 2994 29,92
9 Alas 6444 7717 28,28
10 Lopok 4292 4366 26,66
11 Labuhan Badas 6395 6573 26,06
12 Moyo utara 2322 2271 26,00
13 Ropang 3709 3612 25,94
14 Buer 3537 3809 25,63
15 Unter Iwes 4304 4040 23,77
16 Tarano 3454 3319 23,56
17 Empang 5669 4844 23,11
18 Moyo Hilir 5174 4585 22,44
19 Alas Barat 4871 4099 21,72
20 Rhee 1675 1237 18,25
21 Sumbawa 11,393 8694 17,37
22 Moyo Hulu 5089 2591 13,41
Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Kabupaten Sumbawa 2006


Karakteristik Penduduk Miskin
Gambaran tentang penduduk miskin semata-mata tidak bisa dilihat berdasarkan satu komponen saja, tetapi kemiskinan memiliki karakteristik yang khas dari berbagai komponen yang saling pengaruh mempengaruhi antara lain pendidikan, mata pencarian, pendidikan, kesehatan, prilaku konsumsi dan infrastruktur.

Dari aspek pendidikan, tingkat pendidikan masyarakat miskin dari hasil identifikasi yang dilakukan BPS maupun dari hasil Analisis Kemiskinan partisipatif rata-rata masyarakat miskin memiliki angka partisipasi sekolah yang sangat rendah hanya sebatas tamatan sekolah menengah pertama, rendahnya angka partisipasi sekolah yang menyebabkan angka melek huruf juga rendah, sehingga untuk meningkatkan derajat kehidupannya sangat lamban, hal ini lebih disebabkan karena tingkat pendidikan yang berpengaruh pada pola hidup masyarakat itu sendiri.

Tingginya biaya pendidikan dan jauhnya jarak pusat pendidikan dengan pemukiman masyarakat menjadikan pendidikan sangat terbatas. Misalanya pada biaya pendidikan SD/MI telah dihapus secara resmi namun dalam pelaksanaanya masyarakat tetap membayar.

Berbagai tulisan dan hasil penelitian mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang memperburuk kondisi ketidak mampuan (si miskin) adalah rendahnya tingkat pendidikan (Andonomulyo,2005). Rendahnya pendidikan disuatu daerah berpengaruh positif terhadap keterbelakangan sumber daya di daerah tersebut

Berdasarkan mata pencaharian, pola penghidupan penduduk Kabupaten Sumbawa bersumber dari empat sektor utama yaitu pertanian, kehutanan, peternakan dan pesisir. Ketergntungan perekonomian kabupaten sumbawa pada sektor pertanian masih sangat tinggi. Masyarakat Kabupaten Sumbawa lebih banyak bekecimpung di sektor pertanian sekitar 45 %. Namun hasil dari sektor pertanian hanya dapat menyumbang PAD sekitar 3,60 %. Nilai ini berada pada urutan kedua dari bawah setelah sektor jasa.

Dari aspek kesehatan, karakteristik masyarakat miskin dapat dilihat darai Indikator keterbatasan akses layanan kesehatan dimana fasilitas kesehatan seperti tenaga kesehatan yang ditempatkan di daerah, berdampak pada rendahnya status kesehatan masyarakat semakin rendah dan buruknya derajat kesehatan karena jauhnya pusat palayanan kesehatan dengan masyarakat. Disamping waktu tempuh dan tenaga kesehatan yang ada tingkat pendidikan masyarakat dan kesibuknya mencari nafkah berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat, tumbuh dan kembang anak.

Rendahnya derajat kesehatan masyarakat juga disebabkan karena perilaku hidup masyarakat yang tidak sehat. Jarak fasilitas dan biaya yang jauh lebih mahal sehingga masyarakat miskin hanya mampu mamanfaatkan tenaga non medis khusunya dukun desa sehingga mengakibatkan semakin tingginya angka kematian ibu dan anak.

Pada sisi lain akses masyarakat miskin terhadap kesehatan masih rendah pengetahuan masyarakat miskin terhadap pola hidup sehat masih sangat rendah dari data BKKBS 2007 mengungkapkan bahwa hanya 50 % masyarakat miskin yang memanfaatkan kartu keluarga miskin untuk berobat.

Dari aspek infrastruktur, sebagian besar kondisi penduduk miskin adalah berada pada daerah yang terisolir atau jauh dari pusat perkotaan. Sementara pembangunan infrastruktur hanya terkonsentrasi pada wilayah perkotaan. Kondisi ini menyebabkan akses masyarakat miskin menjadi sangat terbatas.

Kondisi perumahan masyarakat miskin yang berada di pedesan cenderung rentan terhadap banyak hal, yaitu kesehatan dan kenyamanan, umumnya bentuk bangunan tidak memperhatikan kaidah-kaidah kesehatan (sistem ventilasi yang tidak baik, tidak memiliki jamban keluarga, ukuran rumah yang tidak sesuai dengan jumlah anggota keluarga) dan rentan terhadap gangguan alam.
Perilaku Konsumtif, Jika diperhatikan pola-pola yang terjadi dalam masyarakat saat ini, ada pola hidup yang cenderung berubah dimasyarakat yaitu dengan semakin larutnya budaya konsumtif. Misalnya pendapatan masyarakat tidak digunakan untuk investasi tetapi untuk kebutuhan yang sifatnya sesaat, antara lain untuk kebutuhan gaya hidup yang modis (Pakaian, kendaraan, Handphone). Hal ini semakin mendorong rentannya masyarakat terhadap ketahanan ekonomi, karena sebagian penghasilan tidak dipergunakan untuk kegiatan produktif/investasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar